Cerita Tentang Rumah
Cerita ini kubuat pagi-pagi sekali ketika matahari belum membuka matanya di langit-langit, kulihatkan lelaki duduk sendiri di beranda mengira dosa-dosa yang pernah dibuatnya di muka bumi. Nafasnya belum sekali-kali tapi usianya sudah hampir setengah abad, hatinya berdetik tapi bukan pada permaisurinya melainkan selir yang ditemuinya barangkali terlihat di pasar, tempat-tampat ibadah, atau lainnya. Dosa yang tidak termaafkan datang dari anak-anaknya juga kerap kali dirinya berlindung dibalik dosa-dosa yang dibenarkan. Tidurnya tidak akan tenang sampai tubuhnya wafat, wajahnya sudah lain, sesalnya menggantung abadi di retak usianya. Permaisuri sudah habis dengan lelaki itu, sisa selir. Jejak-jejak permaisuri tegas sekali meninggalkan apa yang pernah dibangun, apa yang pernah tertinggal, apa yang pernah tergambarkan. Potongan-potongan roti yang masih tersisa di meja makan untuk anak-anak sarapan, ini rumah sudah sepi sebab jejak-jejaknya juga anak-anaknya. Tidak ditemukan kata dari anak...